Sebagai hasil dari inovasi dalam bidang teknologi, penggunaan internet dan komputer dalam masyarakat meluas. Demikian pula dalam dunia pembelajaran, pemanfaatan internet dan komputer sudah merambah pada kelas-kelas maupun rumah. Pemanfaatan teknologi komputer dan internet dalam sekolah atau kelas membawa perubahan pula pada pendekatan mengajar dan belajar matematika. Dengan memanfaatkan hasil inovasi tersebut, pembelajaran dapat dibuat menjadi jauh lebih menarik, efektif dan efisien jika dirancang dengan baik.
Pendekatan pembelajaran yang memanfaatkan teknologi ini, ternyata juga membawa perubahan baru dalam dunia alat peraga sebagai salah satu media pembelajaran matematika yang sangat membantu siswa dalam menjembatani dunia real dan keabstrakan matematika. Alat peraga jenis baru ini berbasis teknologi komputer, disebut dengan konsep “Alat Peraga Maya”. Komputer sebagai salah satu hasil inovasi spektakuler yang mendunia memantik kreatifitas para pendidik matematika, berawal dari ide-ide alat peraga real yang biasa digunakan sebagai alat bantu dalam pembelajaran matematika ditransformasi dalam bentuk objek digital berupa program-program komputer yang dapat digunakan sebagaimana alat peraga real oleh siswa dengan menggunakan representasi visual maksimal. Bahkan beberapa alat peraga maya dapat menutupi kelemahan-kelemahan dari alat peraga real.
MENDEFINISIKAN ALAT PERAGA MAYA (VIRTUAL MANIPULATIVES)
Patricia S. Moyer, Johnna J. Bolyard dan Mark A. Spikell (2002) mendifinisikan bahwa alat peraga maya adalah sebuah representasi visual obyek dinamis berbasis Web yang interaktif dan memungkinkan untuk digunakan mengkonstruk pengetahuan matematika. Sedangkan menurut situs Wikipedia online, alat peraga maya adalah alat peraga yang interaktif, berbasis web atau komputer sebagai media representasi visual dari objek dinamis yang memungkinkan untuk digunakan membangun pengetahuan matematika.
Selain kedua definisi eksplisit tersebut, Spicer (2000) mengemukakan bahwa terdapat dua jenis representasi dari World Wide Web yang disebut juga sebagai alat peraga maya yaitu, representasi statis dan dinamis dari alat peraga real. Penjelasan dari pernyataan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut; Representasi visual statis adalah gambar-gambar kecil yang biasanya terdapat di dalam buku, gambar pada OHP, sketsa pada papan tulis dan lain-lain. Meskipun representasi tersebut menggambarkan bentuk manipulasi dari benda-benda konkrit namun tidak dapat menggantikan posisi benda-benda konkrit yang dapat dimanipulasi secara langsung. Siswa dapat membalik, melipat atau memutar langsung dengan tangannya alat peraga konkrit. Namun alat peraga maya statis tidak dapat menggantikan peran tersebut. Representasi visual statis ini tidak dapat menggantikan peran media alat peraga yang sesungguhnya. Sebaliknya representasi visual dinamis adalah sesuatu yang sangat penting. Representasi visual dinamis adalah gambar-gambar visual pada komputer seperti yang terdapat pada buku-buku, OHP atau sketsa pada papan tulis. Hanya saja ditambah dengan kemampuan dapat dimanipulasi seperti pada situasi yang sebenarnya. Siswa dapat memanipulasi seperti melipat, memutar, membalik dan lainnya menggunakan tangan dengan cara memanfaatkan mouse komputer yang diprogram untuk melakukan seluruh aktivitas manipulasi yang terjadi. Pada representasi manipulasi dimensi tiga maka seluruh aktivitas manipulasi konkrit dapat dilakukan.
Jika ditinjau lebih jauh dari difinisi alat peraga maya yang ada, pada dasarnya alat peraga maya adalah sebuah program interaktif yang berbasiskan teknologi komputer dengan memanfaatkan representasi visual objek dinamis yang dapat dimanipulasi sebagaimana objek real untuk membangun pengetahuan matematika. Program ini sendiri dapat terkoneksi langsung dengan internet ataupun digunakan pada komputer dengan fasilitas CD ROOM tanpa koneksi internet. Kehadiran konsep baru tentang alat peraga dapat dilukiskan dalam sebuah diagram sebagai berikut;
diagram-11
Sehingga saat ini terdapat dua pilihan untuk menggunakan alat peraga matematika, yaitu alat peraga maya atau alat peraga real. Demikian pula dalam pemilihan alat peraga maya terdapat dua alternative yang dapat dipilih, alat peraga maya yang terhubung langsung dengan internet ataupun yang dapat digunakan tanpa koneksi ke internet(offline). Sedangkan alat peraga real masih tetap terdapat dua alternative pilihan yaitu alat peraga 2 dimensi yang memanfaatkan represenetasi visual saja ataupun objek 3 dimensi yang dapat dimanipulasi langsung.
PEMANFAATAN ALAT PERAGA MAYA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
a. Alat Peraga Maya [online]
Alat peraga maya online dalam tulisan ini sejalan dengan definisi yang diungkapkan oleh Patricia S. Moyer, Johnna J. Bolyard dan Mark A. Spikell. Alat peraga maya online ini dapat diperoleh dengan bebas di situs-situs dalam internet baik yang dinamis maupun statis. Alat peraga represntasi visual dapat diperoleh di situs seperti (www.visualfractions.com) yang menampilkan bentuk visual tentang pecahan dan (www.netrover.com/~kingskid/MulTab/Applet.html) yang menampilkan program untuk belajar perkalian. Sedangkan untuk website alat peraga maya dinamis antara lain sebagai berikut; (www.ies.co.jp/math/java/index.html) adalah web interaktif untuk mempelajari teorema Phtytagoras. Selain web ini (www.keypress.com/sketchpad/java_gsp/PIT.HTM) juga adalah web site interaktif untuk belajar teorema Phtytagoras. Untuk mempelajari geometri 3 dimensi situs (www.frontiernet.net/~imaging/java/Geometry/geometry.html) dapat dicoba. Sedangkan (www.coe.tamu.edu/~strader/mathematics/Algebra/AlgebraTiles/AlgebraTiles1.html and/Algebratiles2.html) disediakan sebagai web untuk belajar Aljabar. Untuk mendapatkan alat peraga yang lebih bervariasi dapat mencoba mengakses (www.galaxy.gmu.edu/~drsuper/) atau National Library of Virtual Manipulatives for Interactive Mathematics – Utah State Univ. (http://nlvm.usu.edu) ,NLVM CD (www.mattimath.com), Interactive math lessons (http://enlvm.usu.edu) .
Sebelum menggunakan alat peraga online dalam pembelajaran matematika ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain adalah yang pertama dan utama jelas sarana infrastruktur yang memadai, ketersediaan fasilitas komputer yang terhubung dengan internet mutlak diperlukan terutama ketika alat peraga maya ini berperan sebagai komplemen dalam proses pembelajaran di kelas. Selain itu, pemilihan situs yang tepat sesuai dengan konsep yang ingin diajarkan dan terintegrasi dengan metode mengajar yang baik adalah perpaduan yang sempurna dalam pemanfaatan alat peraga maya online. Penggunaan alat peraga maya online tanpa pengajaran yang jelas dan tepat bisa menjadi boomerang bagi siswa dikarenakan siswa tidak punya arahan sehingga tidak mengetahui tujuan dan pada akhirnya akan mengambil kesimpulan yang salah sebagai hasil pembelajarannya. Selain itu, alat peraga maya online juga pada hakikatnya dapat dimanfaatkan sebagai suplemen bagi siswa. Pada kasus seperti ini, jika siswa sudah memiliki fasilitas komputer yang terkoneksi dengan internet di rumah mereka maka situs-situs yang menyediakan alat peraga maya dapat menjadi sumber belajar bagi mereka di rumah sebagai sebuah suplemen. Demikian pula ketika suatu saat guru berhalangan hadir, maka situs-situs tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai sebuah komplemen dalam pembelajaran dengan pengarahan tertulis yang sudah disipkan guru sebelumnya.
Dibalik semua kelebihan dari alat peraga maya online ini, maka beberapa kemungkinan yang perlu diantisipasi dalam pelaksanaannya adalah adanya gangguan jaringan yang menyebabkan proses loading tidak lancar, kemudian perhatikan juga tingkat literacy siswa terhadap komputer dan internet, jangan sampai terjadi siswa justru merasa lebih sulit menggunakan alat peraga dikarenakan belum terbiasa dengan program yang digunakan.
b. Alat Peraga Maya [offline]
Selain alat peraga maya yang online, dalam pembelajaran matematika pada saat ini sudah banyak software-sofware khusus yang juga dapat dijadikan sebagai alat peraga maya dalam pembelajaran matematika. Selain dapat diinstall langsung dalam komputer beberapa juga dapat di download dari internet untuk digunakan pada saat offline. Beberpa software yang dapat dikategorikan sebagai alat peraga maya antara lain; Cabri , Wingeom, Geometer, dan Geometer Sketchpad yang khusus dirancang untuk pembelajaran geometri. Dengan software tersebut siswa dapat melakukan berbagai manipulasi terhadap objek geometri sebagaimana alat peraga real bahkan jauh lebih efektif karena untuk melakukan manipulasi cukup menggunakan mouse tanpa harus melibatkan perlengkapan seperti mistar, jangka, gunting, busur dan kegiatan melipat, menggambar sehingga waktu yang digunakan jauh lebih efisien. sedangkan untuk topic-topik seperti Aljabar dan Kalkulus, saat ini beberapa software seperti Maple, Matlab dan Mathematica juga dapat dimanfaatkan ataupun program ringan seperti Winplot atau Mathgv untukmembuat gambar grafik sederhana dapat dididownload dari internet dan digunakan dalam pembelajaran dikelas.
Pada dasarnya prinsip penggunaan alat peraga maya yang offline ini analog dengan pemanfaatan alat peraga maya online dalam proses pembelajaran di kelas. Bahkan beberapa bentuk software terutama untuk tingkat Sekolah Dasar dibentuk seperti sebuh Games sehingga anak-anak menjadi lebih tertarik dan tidak mudah jenuh dalam belajar matematika.
Keberadaan alat peraga jenis baru ini pada dasarnya merupakan sebuah peluang bagi peningkatan kualitas pembelajaran matematika. Hanya saja, di Indonesia masalah utama seperti ketersediaan sarana prasarana serta kualitas sumberdaya manusia dalam hal ini guru berkaitan dengan e-learning literacy masih menjadi kendala dalam proses implementasinya. Pengaruh proses difusi dari hasil inovasi ini sendiri di Indonesia juga merupakan kendala utama. Belum banyak guru yang mengetahui akan keberadaan inovasi berupa alat peraga maya ini, sehingga pemanfaatannya masih sangat rendah. Di masa yang akan datang keberadaan alat peraga maya dalam pembelajaran matematika dapat menjadi sebuah alternative pilihan yang bahkan merupakan kebutuhan pada akhirnya dikarenakan karakteristiknya yang lebih efisien baik dalam bentuk maupun aksesnya.
References
Patricia S. Moyer, Johnna J. Bolyard dan Mark A. Spikell . What Are Virtual Manipulatives? http://hal.archives-ouvertes.fr/docs/00/05/45/44/PDF/de58th1.pdf
Dr. Judy Donovan. Teaching Mathematics with Virtual Manipulatives. http://www.techlearning.com/shared/printableArticle.php?articleID=196605450
Virtual Manipulatives for Mathematics. http://en.wikipedia.org/wiki/Virtual_manipulatives_for_mathematics
Learning Mathematics with Virtual Mathematics. http://www.cited.org/index.aspx?page_id=151
http://otec.uoregon.edu/virtual_manipulatives.htm
Jumat, 06 Mei 2011
Alat Peraga Maya dalam Pembelajaran Matematika
Kamis, 05 Mei 2011
PENDEKATAN KONTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
1. Belajar Matematika menurut Paham Kontruktivisme
Konsep pembelajaran kontruktivisme didasarkan kepada kerja akademik para ahli psikologi dan peneliti yang peduli dengan kontruktivisme.Para ahli kontruktivisme mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas di kelas,maka pengetahuan matematika dikonstruksikan secara aktif (wood, 1990).
Para hali kontruktivisme yang lain mengatakan bahwa dari perspektifnya kontruktivis,belajar matematika bukanlah suatu proses pengetahuan secara hati – hati,melainkan tentang mengorganisir aktivitas.Belajar matematika merupakan proses dimana siswa secaraaktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.
Para ahli setuju bahwa belajar matematika melibatkan manipulasi belajar aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus – rumus saja.Setiap tahap dari pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian terhadap makna dasri penyampaian keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada jaminan bahwa siswa akan menggunakan keterampilan intelegensinya dalam matematika.
Confrey (1990),yang juga banyak bicara dalam kontruktivisme menawarkan suatu powerful construksion dalam matematika.Dalam mengkonstruksikan pengertian matematika melalui pengalaman,ia mengidentifikasi 10 karakteristik dari powerful construksion berfikir siswa.Lebih jauh ia mengatakan bahwa “powerful contruction” ditandai oleh :
a. Sebuah struktur dengan ukuran kekonsistenan internal
b. Suatu keterpaduan antar bermacam – macam konsep.
c. Suatu kekovergenan di antara aneka bentuk dan konteks
d. Kemampuan untuk merefeksi dan menjelaskan
e. Sebuah kesinambungan sejarah
f. Terikat kepada bermacam – macam sistem simbol
g. Suatu yang cocok dengan pendapat experts
h. Suatu yang potensial untuk bertindak sebagai alat untuk brtindak sebagai alat konstruksi lebih lanjut
Semua ciri powerful di atas dapat digunakan secara efektif dalam proses belajar mngajar dikelas.Menurut Confrey (1990),siswa – siswa yang belajar matematika seringkali hanya menerapkan satu kriteria evaluabi mereka dari yang mereka konstruksi misalkan dengan bertanya.Oleh karena itu pandangan siswa tentang “kebenaran” ketika siswa belajar matematika perlu mendapat pengawasan ahli dan masyarakat menjadi tidak lengkap.Dalam kasus ini peranan guru dan peranan siswa lain adalah menjustifikasi berfikirnya siswa.
2. Pembelajaran kontruktivisme dalam matematika
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Beberapa ahli kontruktivisme telah menguraikan indikator belajar mengajar berdasarkan kontruktivisme.Confrey (1991) menyatakan :
“. . sebagai seorang kontruktivisme ketika saya mengajarkan matematika,saya tidak mengajarkan siswa tentang struktur matematika yang obyeknya ada di dunia ini.Saya mengajar mereka,bagaimana mengembangkan kognisismereka,bagaimana melihat dunia melalui sekumpulan lensa kuantitatif. . “
Hal ini mencerminkan bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir,focus utama belajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berfikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli – ahli sebelumnya.
Teori Belajar dari Perspektif Konstruktivis
Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).
Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya. Piaget misalnya mengusulkan tahapan kognitif yang dilakukan oleh semua manusia. Berpikir pada tiap langkah memasukkan tahapan sebelumnya sehingga makin terorganisir dan adaptif dan makin tidak terikat pada kejadian kongkrit. Piaget menjelaskan bagaimana tiap individu mengembangkan schema, yaitu suatu sistem organisasi aksi atau pola pikir yang membuat kita secara mental mencerminkan “berpikir mengenainya”. Dua proses diaplikasikan dalam hal ini yaitu asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi kita berusaha memahami hal yang baru dengan mengaplikasikan schema yang ada; sedangkan akomodasi terjadi ketika seseorang harus merubah pola berpikirnya untuk merespon terhadap situasi yang baru. Seseorang melakukan adaptasi dalam situasi yang makin kompleks ini dengan menggunakan schema yang masih bisa dianggap layak (asimilasi) atau dengan melakukan perubahan dan menambahkan pada schema-nya sesuatu yang baru karena memang diperlukan (akomodasi).
Penjelasan di atas menunjukkan penekanan Piaget terhadap pemahaman yang dibentuk oleh seseorang, sesuatu yang berhubungan dengan logika dan konstruksi pengetahuan universal yang tidak dapat dipelajari secara langsung dari lingkungan. Pengetahuan seperti itu berasal dari hasil refleksi dan koordinasi kemampuan kognitif dan berpikir serta bukan berasal dari pemetaan realitas lingkungan eksternalnya.
Hal yang paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya, Piaget percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Hal ini tidaklah meniadakan faktor guru dalam proses pembelajaran, justru sebaliknya lah yang terjadi. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.
Konstruktivisme sosial
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual. Vygotsky melihat bahwa alat-alat budaya (termasuk di dalamnya kertas, mesin cetak, komputer dll) dan alat-alat simbolik (seperti sistem angka, peta, karya seni, bahasa, serta kode dan lambang) memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif. Sistem angka romawi misalnya punya keterbatasan untuk operasi perhitungan; berbeda dengan sistem angka arab yang biasa kita gunakan yang mempunyai lambang nol, bisa dibentuk pecahan, nilai positif dan negatif, menyatakan bilangan yang tak terhingga besarnya dan lainnya. Sistem angka yang dipakai adalah alat budaya yang mendukung berpikir, belajar dan perkembangan kognitif. System simbol ini diberikan dari orang dewasa ke anak melalui interaksi formal ataupun informal dan pengajaran.
Vygotsky menekankan bahwa semua proses mental tingkat tinggi, seperti berpikir dan pemecahan masalah dimediasi dengan alat-alat psikologi seperti bahasa, lambang dan simbol. Orang dewasa mengajarkan alat-alat ini ke anak dalam kegiatan sehari-hari dan si anak menginternalisasi hal tersebut. Sehingga alat psikologis ini dapat membantu siswa meningkatkan perkembangan mental dan berpikirnya. Pada saat anak berinteraksi dengan orang tua atau teman yang lebih mampu, mereka saling bertukar ide dan cara berpikir tentang representasi dan konsep. Sehingga pengetahuan, ide, sikap dan sistem nilai yang dimiliki anak berkembang seperti halnya cara yang dia pelajari dari lingkungannya.
Bagaimana Pengetahuan dikonstruksi?
Untuk dapat menjelaskan bagaimana pengetahuan dibentuk, tiga penjelasan yang bertahap merangkum berbagai pendekatan konstruktivisme ini:
1. Realitas dan kebenaran dari dunia luar mengarahkan pembentukan pengetahuan. Individu merekonstruksi realitas diluarnya dengan membentuk representasi mental secara akurat yang mencerminkan “keadaan apa adanya”. Tahap pertama yang tidak lain model pemrosesan informasi dari teori belajar kognitif.
2. Proses internal dari Piaget yaitu organisasi, asimilasi dan akomodasi mengarahkan pembentukan pengetahuan. Jadinya pengetahuan bukan hanya cermin dari realitas, namun suatu abstraksi yang tumbuh dan berkembang dengan aktivitas kognitif. Pengetahuan bukan sekedar benar atau salah; namun terus tumbuh secara internal yang konsisten dan diorganisasikan seiring dengan perkembangannya.
3. Faktor eksternal dan internal mengarahkan pembentukan pengetahuan. Pengetahuan tumbuh melalui interaksi faktor-faktor internal (kognitif) dan eksternal (lingkungan dan sosial). Deskripsi Vygotsky tentang perkembangan kognitif melalui pengenalan dan pemakaian alat-alat budaya seperti bahasa konsisten dengan pandangan ini.
Hal berikutnya dalam pendekaran konstruktivis ini adalah pertanyaan tentang apakah pengetahuan yang dibentuk itu bersifat internal, umum dan dapat ditransfer atau terikat dalam ruang dan waktu pada saat dibentuk. Apa yang dijelaskan oleh Vigotsky bahwa belajar tergantung konteks sosial dan berada dalam lingkup budaya tertentu memang tepat. Namun apa yang disebut benar dalam waktu dan tempat tertentu bisa menjadi salah di tempat dan waktu yang lain, seperti anggapan bahwa bumi itu datar sebelum Colombus. Ide-ide tertentu berguna pada komunitas tertentu, namun tidak bermanfaat apa-apa di komunitas lain. Apa yang disebut pengetahuan baru ditentukan sebagiannya dengan bagaimana ide baru tersebut sesuai dengan praktek yang berlaku pada saat tersebut. Sepanjang waktu, praktek yang ada dipertanyakan dan bisa diganti, namun sebelum itu terjadi praktek yang ada terus dilakukan karena dinilai tetap menguntungkan.
Selain itu belajar juga terkondisikan berdasar tempat berlangsungnya kegiatan, biasa yang disebut enkulturasi atau proses mengadopsi norma-norma, perilaku, keahlian, kepercayaan, bahasa, sikap dari satu komunitas tertentu. Jadinya pengetahuan tidak hanya dilihat sebagai struktur kognitif individu saja tetapi sebagai buatan dari komunitas sepanjang waktu. Apa yang dilakukan oleh komunitas, cara bagaimana mereka berinteraksi dan menyelesaikan suatu hal, seperti halnya alat yang dibuat oleh komunitas, membentuk pengetahuan dari komunitas tersebut. Belajar artinya menjadi lebih mampu untuk berpartisipasi dalam kegiatan dan pemakaian alat dan mendapat bagian identitas sebagai anggota komunitas. Selengkapnya...
Selasa, 03 Mei 2011
KuMpUlaN PUisI ciNta Q
Tapak tilas tentang cinta
- Cinta tidak pernah meminta, ia senantiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan
- Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.
- Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu. Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.
- Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
- Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama
- Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat
Sabtu, 30 April 2011
Pendekatan Open Ended Problem dalam Matematika
.A. Pengertian Pendekatan Open-Ended
Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
a. Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
b.Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
c. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.
B.Mengkonstruksi Masalah Open-Ended
Menurut Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
- Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
- Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
- Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
- Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
- Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
- Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.
C. Menyusun Rencana Pendekatan Open-Ended
Apabila guru telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan di kelas adalah:
1) Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?
Masalah Open-Ended harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai dengan kemampuannya.
2) Apakah tingkat matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?
Pada saat siswa menyelesaikan masalah Open-Ended, mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika guru memprediksi bahwa masalah itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka masalah itu harus diubah/diganti dengan masalah yang berasal dalam wilayah pemikiran siswa.
3) Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?
Masalah harus memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.
Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:
a. Tuliskan respon siswa yang diharapkan.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan merespons masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap masalah. Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya, mungkin siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara kemampuannya.
b.Tujuan dari masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas.
Guru memahami dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajara siswa. Berdasarkan pengalaman, masalah Open-Ended efektif untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.
c. Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa
Konteks permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa, dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh karena masalah Open-Ended memerlukan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu menarik perhatian siswa.
d. Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu
Masalah harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karea terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.
e. Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.
Terkadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum dari apa yang telah dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended.
D. Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Keunggulan Pendekatan Open-Ended
Pendekatan Open-Ended ini menurut Suherman, dkk (2003:132) memiliki beberapa keunggulan antara lain:
a. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
b.Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
c.Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
d.Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
e.Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Disamping keunggulan, menurut Suherman, dkk (2003;133) terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-Ended, diantaranya:
a.Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
b.Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
c.Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
d.Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi. Selengkapnya...