Get Gifs at CodemySpace.com

Sabtu, 30 April 2011

Pendekatan Open Ended Problem dalam Matematika

.A.  Pengertian Pendekatan Open-Ended

Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:

a. Kegiatan siswa harus terbuka

Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.

b.Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir

Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.

c. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan

Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.

B.Mengkonstruksi Masalah Open-Ended

Menurut Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:


  • Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
  • Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
  • Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
  • Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
  • Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
  • Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.

C. Menyusun Rencana Pendekatan Open-Ended

Apabila guru telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan di kelas adalah:
1) Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?

Masalah Open-Ended harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai dengan kemampuannya.

2) Apakah tingkat matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?

Pada saat siswa menyelesaikan masalah Open-Ended, mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika guru memprediksi bahwa masalah itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka masalah itu harus diubah/diganti dengan masalah yang berasal dalam wilayah pemikiran siswa.

3) Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?

Masalah harus memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.
Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:

a. Tuliskan respon siswa yang diharapkan.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan merespons masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap masalah. Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya, mungkin siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara kemampuannya.

b.Tujuan dari masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas.

Guru memahami dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajara siswa. Berdasarkan pengalaman, masalah Open-Ended efektif untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.

c. Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa

Konteks permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa, dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh karena masalah Open-Ended memerlukan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu menarik perhatian siswa.

d. Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu

Masalah harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karea terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.

e. Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.

Terkadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum dari apa yang telah dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended.

D. Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended

Keunggulan Pendekatan Open-Ended
Pendekatan Open-Ended ini menurut Suherman, dkk (2003:132) memiliki beberapa keunggulan antara lain:
a. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.

b.Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.

c.Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.

d.Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.

e.Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Disamping keunggulan, menurut Suherman, dkk (2003;133) terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-Ended, diantaranya:
a.Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.

b.Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.

c.Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.

d.Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi. Selengkapnya...

Jumat, 29 April 2011

Pengertian Pendekatan realistik



Pengertian pendekatan realistik menurut Sofyan, (2007: 28) “sebuah pendekatan pendidikan yang berusaha menempatkan pendidikan pada hakiki dasar pendidikan itu sendiri”.
Menurut Sudarman Benu, (2000: 405) “pendekatan realistik adalah pendekatan yang menggunakan masalah situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam belajar matematika”.
Matematika Realistik yang telah diterapkan dan dikembangkan di Belanda teorinya mengacu pada matematika harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan aktifitas manusia. pendekatan realistik atau Realistic Mathematic Education(RME) juga diberi pengertian “cara mengajar dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelediki dan memahami konsep matematika melalui suatu masalah dalam situasi yang nyata”.(Megawati, 2003: 4)
Teori ini menekankan ketrampilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri(Student Invonting), sebagai kebalikan dari guru memberi(Teaching Telling) dan pada akhirnya murid menggunakan matematika itu untuk menyeleseikan masalah baik secara individual ataupun kelompok. Pada pendekatan Realistik peran guru tidak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator.
Sementara murid berfikir, mengkomunikasikan argumennya, mengklasifikasikan jawaban mereka, serta melatih saling menghargai strategi atau pendapat orang lain.
Menurut De Lange dan Van Den Heuvel Parhizen, RME ini adalah pembelajaran yang mengacu pada konstruktifis sosial dan dikhususkan pada pendidikan matematika.(Yuwono: 2001)
Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa RME atau pendekatan Realistik adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sehari- hari sebagai sumber inspirasi dalam pembentukan konsep dan mengaplikasikan konsep- konsep tersebut atau bisa dikatakan suatu pembelajaran matematika yang berdasarkan pada hal- hal nyata atau real bagi siswa dan mengacu pada konstruktivis sosial.
Tujuan Pembelajaran Matematika Realistik
Tujuan Pembelajaran Matematika Realistik sebagai berikut:
1. Menjadikan matematika lebih menarik,relevan dan bermakna,tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak.
2. Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
3. Menekankan belajar matematika “learning by doing”.
4. Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika tanpa menggunakan penyelesaian yang baku
5. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.
(kuiper&kouver,1993)

Prinsip-prisip Pembelajaran Realistik Terdapat 5 prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik,yaitu:

1. Didominasi oleh masalah- masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
2. Perhatian diberikan pada pengembangan model”situasi skema dan simbol”.
3. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif.
4. Interaktif sebagai karakteristik diproses pembelajaran matematika.
5. Intertwinning(membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
Gravemeijer(dalam Fitri. 2007: 10) menyebutka tiga prinsip kunci dalam pendekatan realistik,ketiga kunci tersebut adalah:
1. Penemuan kembali secara terbimbing/ matematika secara progresif(Gunded Reinvention/ Progressive matematizing). Dalam menyeleseikan topik- topik matematika, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama, sebagai koknsep- konsep matematika dikemukakan. Siswa diberikan masalah nyata yang memungkinkan adanya penyeleseian yang berbeda.
2. Didaktif yang bersifat fenomena(didaktial phenomology) topik matematika yang akan diajarkan diupayakan berasal dari fenomenan sehari-hari.
3. Model yang dikembangkan sendiri(self developed models) dalam memecahkan ‘contextual problem”, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri. Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani pengetahuan informal dan pengetahuan formal serta konkret dan abstrak.
Karakteristik pendekatan realistik

Menurut Grafemeijer (dalam fitri, 2007: 13) ada 5 karakteristik pembelajaran matematika realistik, yaitu sebagai berikut:
1. Menggunakan masalah kontekstual Masalah konsektual berfungsi sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang digunakan dapat muncul. Bagaimana masalah matematika itu muncul(yang berhubungan dengan kehidupan sehari- hari).
2. Menggunakan model atau jembatan Perhatian diarahkan kepada pengembangan model, skema, dan simbolisasi dari pada hanya mentrasfer rumus. Dengan menggunakan media pembelajaran siswa akan lebih faham dan mengerti tentang pembelajaran aritmatika sosial.
3. Menggunakan kontribusi siswa Kontribusi yang besar pada saat proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal ke arah metode yang lebih formal.Dalam kehidupan sehari- hari diharapkan siswa dapat membedakan pengunaan aritmatika sosial terutama pada jual beli. Contohnya: harga baju yang didiskon dengan harga baju yang tidak didiskon.
4. Interaktivitas Negosiasi secara eksplisit, intervensi, dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jembatan untuk menncapai strategi formal. Secara berkelompok siswa diminta untuk membuat pertanyaan kemudian diminta mempresentasikan didepan kelas sedangkan kelompok yang lain menanggapinya. Disini guru bertindak sebagai fasilitator.
5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya(bersifat holistik) Aritmatika sosial tidak hanya terdapat pada pembelajaran matematika saja, tetapi juga terdapat pada pembelajaran yang lainnya, misalnya pada akutansi, ekonomi, dan kehidupan sehari- hari.
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
Yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut,serta memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan masalah yang belum di pahami. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi

Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual
jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami

Langkah 3 : Menyelesaikan masalah
Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model

Langkah 4 : Membandingkan jawaban
Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan.
Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi
Langkah 5: Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.

Kelebihan dan kelemehan pembelajaran metematika realistik
 Beberapa keunggulan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
1. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak
2. Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.
3. Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.
4. Guru ditantang untuk mempelajari bahan.
5. Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.
6. Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.
 Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
1. Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).
2. Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.
3. Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.
Selengkapnya...